Ada seorang kakek yang
tinggal di desa terpencil, ia memiliki seorang anak yang telah pindah ke
kota dan menetap disana. Belum pernah sekali –kali pun si kakek
mengunjungi kota, tempat anaknya tinggal. Pada akhir tahun,
sang anak mengundang ayahnya yang telah tua itu untuk berkunjung ke
rumahnya. Anaknya berpikir tentu sangat menyenangkan apabila dapat
merayakan tahun baru bersama ayahnya itu.
Kakek merasa
gembira setibanya di kota tempat tinggal anaknya, disana banyak hal baru
yang belum pernah dilihatnya seumur hidupnya, berbagai pertunjukan
menarik dan bangunan – bangunan megah terdapat di kota. Suatu
hari sang kakek berjalan – jalan sendirian ke luar rumah, tiba – tiba ia
mendengar bunyi yang amat tidak menyenangkan, amat sumbang menurutnya.
Ia pun mencari sumber bunyi tersebut, ternyata suara itu berasal dari
seorang anak yang sedang belajar memainkan alat musik biola. Kakek pun
berpikir bahwa itu alat musik terburuk yang pernah ada, “Aku tidak mau
lagi mendengar alat musik itu”, gerutunya.
Beberapa hari kemudian ia berjalan – jalan bersama anaknya.
Mereka pergi untuk menikmati Festival Tahun Baru di pusat kota.
Datanglah seorang artis dengan biolanya untuk menampilkan pertunjukan.
Anaknya mengajak ia menonton, kakek pun menjadi tidak senang melihat hal
tersebut. Namun ketika artis itu menggesek biolanya, nada – nada lembut
dan indahlah yang terdengar. Kakek pun menjadi heran. Ia pun berpikir
lagi, “oh rupanya aku telah salah menilai, bukan biolanya yang buruk,
melainkan cara memainkannyalah yang menentukan.” Kakek pun memejamkan
matanya menikmati alunan biola tersebut. Pertunjukan pun berakhir, tak
lama terdengar suara sangat mengagumkan. Ia pun membuka matanya,
tampaklah sekelompok pemain musik dengan alat musiknya masing – masing.
Ada biola, gitar, piano dan lainnya yang dimainkan dengan ahlinya
sehingga mengalun dengan sangat syahdu dan harmonis. “Oh, inilah suara
terindah yang pernah saya dengar”, ucap sang kakek.
Apakah anda pernah memiliki pengalaman seperti si kakek?
Sama
seperti Agama yang terdapat di tanah air kita tercinta ini.
Sesungguhnya semuanya adalah baik sekali. Akhirilah kebencian, dan tanpa
memandang perbedaan marilah kita semua bergandengan tangan, saling
membantu dalam keharmonisan.
Rabu, 19 Oktober 2011
Kisah Bijak Tentang Kebiasaan Yang Diulang
Di
Tiongkok pada zaman dahulu kala, hidup seorang panglima perang yang
terkenal karena memiliki keahlian memanah yang tiada tandingannya.
Suatu hari, sang panglima ingin memperlihatkan keahliannya memanah
kepada rakyat. Lalu diperintahkan kepada prajurit bawahannya agar
menyiapkan papan sasaran serta 100 buah anak panah.
Setelah semuanya siap, kemudian Sang Panglima memasuki lapangan dengan penuh percaya diri, lengkap dengan perangkat memanah di tangannya.
Panglima mulai menarik busur dan melepas satu persatu anak panah itu ke arah sasaran. Rakyat bersorak sorai menyaksikan kehebatan anak panah yang melesat! Sungguh luar biasa! Seratus kali anak panah dilepas, 100 anak panah tepat mengenai sasaran.
Dengan wajah berseri-seri penuh kebanggaan, panglima berucap, “Rakyatku, lihatlah panglimamu! Saat ini, keahlian memanahku tidak ada tandingannya. Bagaimana pendapat kalian?”
Di antara kata-kata pujian yang diucapkan oleh banyak orang, tiba-tiba seorang tua penjual minyak menyelutuk, “Panglima memang hebat ! Tetapi, itu hanya keahlian yang didapat dari kebiasaan yang terlatih.”
Sontak panglima dan seluruh yang hadir memandang dengan tercengang dan bertanya-tanya, apa maksud perkataan orang tua penjual minyak itu. Tukang minyak menjawab, “Tunggu sebentar!” Sambil beranjak dari tempatnya, dia mengambil sebuah uang koin Tiongkok kuno yang berlubang di tengahnya. Koin itu diletakkan di atas mulut botol guci minyak yang kosong. Dengan penuh keyakinan, si penjual minyak mengambil gayung penuh berisi minyak, dan kemudian menuangkan dari atas melalui lubang kecil di tengah koin tadi sampai botol guci terisi penuh. Hebatnya, tidak ada setetes pun minyak yang mengenai permukaan koin tersebut!
Panglima dan rakyat tercengang. Merela bersorak sorai menyaksikan demonstrasi keahlian si penjual minyak. Dengan penuh kerendahan hati, tukang minyak membungkukkan badan menghormat di hadapan panglima sambil mengucapkan kalimat bijaknya, “Itu hanya keahlian yang didapat dari kebiasaan yang terlatih! Kebiasaan yang diulang terus menerus akan melahirkan keahlian.”
Setelah semuanya siap, kemudian Sang Panglima memasuki lapangan dengan penuh percaya diri, lengkap dengan perangkat memanah di tangannya.
Panglima mulai menarik busur dan melepas satu persatu anak panah itu ke arah sasaran. Rakyat bersorak sorai menyaksikan kehebatan anak panah yang melesat! Sungguh luar biasa! Seratus kali anak panah dilepas, 100 anak panah tepat mengenai sasaran.
Dengan wajah berseri-seri penuh kebanggaan, panglima berucap, “Rakyatku, lihatlah panglimamu! Saat ini, keahlian memanahku tidak ada tandingannya. Bagaimana pendapat kalian?”
Di antara kata-kata pujian yang diucapkan oleh banyak orang, tiba-tiba seorang tua penjual minyak menyelutuk, “Panglima memang hebat ! Tetapi, itu hanya keahlian yang didapat dari kebiasaan yang terlatih.”
Sontak panglima dan seluruh yang hadir memandang dengan tercengang dan bertanya-tanya, apa maksud perkataan orang tua penjual minyak itu. Tukang minyak menjawab, “Tunggu sebentar!” Sambil beranjak dari tempatnya, dia mengambil sebuah uang koin Tiongkok kuno yang berlubang di tengahnya. Koin itu diletakkan di atas mulut botol guci minyak yang kosong. Dengan penuh keyakinan, si penjual minyak mengambil gayung penuh berisi minyak, dan kemudian menuangkan dari atas melalui lubang kecil di tengah koin tadi sampai botol guci terisi penuh. Hebatnya, tidak ada setetes pun minyak yang mengenai permukaan koin tersebut!
Panglima dan rakyat tercengang. Merela bersorak sorai menyaksikan demonstrasi keahlian si penjual minyak. Dengan penuh kerendahan hati, tukang minyak membungkukkan badan menghormat di hadapan panglima sambil mengucapkan kalimat bijaknya, “Itu hanya keahlian yang didapat dari kebiasaan yang terlatih! Kebiasaan yang diulang terus menerus akan melahirkan keahlian.”
Bola Dalam Kertas
Seorang pemain
profesional bertanding dalam sebuah turnamen golf. Ia baru saja membuat
pukulan yang bagus sekali yang jatuh di dekat lapangan hijau.
Ketika ia berjalan di fairway, ia mendapati bolanya masuk ke dalam
sebuah kantong kertas pembungkus makanan yang mungkin dibuang
sembarangan oleh salah seorang penonton.
Bagaimana ia bisa memukul bola itu dengan baik? Sesuai dengan peraturan turnamen, jika ia mengeluarkan bola dari kantong kertas itu, ia terkena pukulan hukuman. Tetapi kalau ia memukul bola bersama-sama dengan kantong kertas itu, ia tidak akan bisa memukul dengan baik. Salah-salah, ia mendapatkan skor yang lebih buruk lagi. Apa yang harus dilakukannya?
Banyak pemain mengalami hal serupa. Hampir seluruhnya memilih untuk mengeluarkan bola dari kantong kertas itu dan menerima hukuman. Setelah itu mereka bekerja keras sampai ke akhir turnamen untuk menutup hukuman tadi. Hanya sedikit, bahkan mungkin hampir tidak ada, pemain yang memukul bola bersama kantong kertas itu. Resikonya terlalu besar.
Namun, pemain profesional kita kali ini tidak memilih satu di antara dua kemungkinan itu. Tiba-tiba ia merogoh sesuatu dari saku celananya dan mengeluarkan sekotak korek api. Lalu ia menyalakan satu batang korek api dan membakar kantong kertas itu. Ketika kantong kertas itu habis terbakar, ia memilih tongkat yang tepat, membidik sejenak, mengayunkan tongkat, wusss…, bola terpukul dan jatuh persis di dekat lobang di lapangan hijau. Bravo! Dia tidak terkena hukuman dan tetap bisa mempertahankan posisinya.
================================
Bola adalah diri kita, dan untuk menuju lobangnya yakni sebuah tujuan kita seringkali menghadapi tantangan seperti halnya bola dalam kertas di atas. Dengan berpikir bijak dan tidak gegabah, kita dapat melewati segala rintangan untuk menuju tujuan hidup kita dengan hasil yang memuaskan.
Bagaimana ia bisa memukul bola itu dengan baik? Sesuai dengan peraturan turnamen, jika ia mengeluarkan bola dari kantong kertas itu, ia terkena pukulan hukuman. Tetapi kalau ia memukul bola bersama-sama dengan kantong kertas itu, ia tidak akan bisa memukul dengan baik. Salah-salah, ia mendapatkan skor yang lebih buruk lagi. Apa yang harus dilakukannya?
Banyak pemain mengalami hal serupa. Hampir seluruhnya memilih untuk mengeluarkan bola dari kantong kertas itu dan menerima hukuman. Setelah itu mereka bekerja keras sampai ke akhir turnamen untuk menutup hukuman tadi. Hanya sedikit, bahkan mungkin hampir tidak ada, pemain yang memukul bola bersama kantong kertas itu. Resikonya terlalu besar.
Namun, pemain profesional kita kali ini tidak memilih satu di antara dua kemungkinan itu. Tiba-tiba ia merogoh sesuatu dari saku celananya dan mengeluarkan sekotak korek api. Lalu ia menyalakan satu batang korek api dan membakar kantong kertas itu. Ketika kantong kertas itu habis terbakar, ia memilih tongkat yang tepat, membidik sejenak, mengayunkan tongkat, wusss…, bola terpukul dan jatuh persis di dekat lobang di lapangan hijau. Bravo! Dia tidak terkena hukuman dan tetap bisa mempertahankan posisinya.
================================
Bola adalah diri kita, dan untuk menuju lobangnya yakni sebuah tujuan kita seringkali menghadapi tantangan seperti halnya bola dalam kertas di atas. Dengan berpikir bijak dan tidak gegabah, kita dapat melewati segala rintangan untuk menuju tujuan hidup kita dengan hasil yang memuaskan.
Langganan:
Postingan (Atom)